MOTANGNGA” Butiran Emas di Laut Biru”
Oleh:
MUHAMMAD IDRIS, M.Pd.
Abstrak
“MOTANGNGA” Butiran Emas di
Laut Biru”
Oleh:
Muhammad Idris, S.Pd., M.Pd.
Tulisan
ini membahas tentang aktifitas nelayan Mandar dalam berburu telur ikan terbang,
yang dalam bahasa Mandar dikenal dengan istilah Motangnga, penulis menganalogikan telur ikan terbang dalan tulisan
ini sebagai butiran emas di laut biru hal itu didasarkan pada filosofi emas
yang memiliki kemiripan dengan objek kajian, dimana emas memiliki filosofi
sebagai suatu barang/benda yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi dan
memiliki manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia.
Dalam tulisan ini penulis akan berfokus pada dua pertanyaan mendasar dan
akan menjadi focus penulisan yakni; pertama,
bagaimanakah nelayan Mandar menjalankan aktifitas Motangnga atau berburu
telur ikan terbang, kedua, bagaimanakah proses
pendistribusian dan pemanfaatan telur ikan terbang sehingga mengasilkan nilai
ekonomis yang sangat tinggi
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis melakukan metode observasi
langsung terhadap aktifitas nelayan Mandar dengan melakukan wawancara langsung terhadap
para nelayan dan pemerhati bahari yang telah melakukan penelitian terhadap kajian
serupa serta penulis juga melakukan penelusuran terhadap sumber-sumber tertulis
dan dokumen-dokumen yang relevan.
Dari hasil penelusuran dapat disimpulkan bahwa Motangnga merupakan rutinitas tahunan/musiman oleh para nelayan Mandar
yang berlangsung antara bulan April hingga bulan Agustus. Nelayan Mandar melakukan
aktivitas Motangga tersebut diwilayah
perairan laut dalam di Selat Makssar dan dilakukan dalam siklus 10-15 hari
sepanjang musim tersebut, dalam melakukan aktiftas berburu telur ikan terbang
para nelayang Mandar menggunakan alat tangkap sederhana ramah lingungan yakni Buaro dan Epe-epe. Telur ikan terbang hasil tangkapan nelayan Mandar memiliki
nilai ekonomis yang sangat tinggi dikarenakan telur ikan terbang tersebut
diolah dan dikemas serta diekspor keluar Negeri khususnya ke Jepang dan Cina
dan dijadikan sebagai bahan makanan istimewa.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia Sebagai sebuah negara kepulauan memiliki
sejarah panjang dan peradaban maritim yang tinggi. Lautan dan pantai telah
menjadi faktor penting yang membentuk kehidupan sosial, ekonomi, dan identitas
kultural masyarakatnya.
Salah satu suku yang budayanya berorientasi pada
sektor kelautan adalah suku Mandar. Hal ini disebakan letak wilayah suku Mandar
yang secara geografis berhadapan langsung dengan laut dalam, sehingga bagi suku
Mandar terutama masyarakat pesisir menjadikan melaut sebagai aktifitas utama
untuk menopan kehidupan mereka. Bagi masyarakat pesisir Mandar melaut merupakan
penyatuan diri dengan laut, mereka memiliki keahlian dalam membaca arus,
membaca angin serta ritual-ritual dalam melaut. Sehingga mereka menjadikan laut
sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membangun identitasnya.
Mencari penghidupan di laut sebagai nelayan bukanlah
pekerjaan biasa, bagi orang Mandar mereka tahu betul bagaimana beradaptasi
dengan perubahan-perubahan yang terjadi di laut, olehnya itu pelaut Mandar dikenal
sebagai pelaut ulung, hal ini juga diperkuat dengan kemampuan mereka dalam
berbagai pola pengetahuan yang berhubungan dengan laut, seperti: berlayar (paissangang asumombalang), kelautan (paissangang aposasiang), keperahuan (paissangang paalopiang), dan kegaiban (paissangang). Pengejawantahan dari
pengetahuan tersebut dapat ditemukan pada tiga bentuk teknologi perikanan yang
mereka kembangakan, yakni rumpon, menangkap ikan sambil menghanyut di tengah laut, dan perahu sandeq
(Ridwan Alimuddin 2013:37).
Salah satu keahlian pelaut Mandar dalam menciptakan
tehnologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan adalah roppong yang digunakan
dalam melakukan pemburuan telur ikan terban atau lebih dikenal dalam bahasa Mandar
yakni Motangga. Aktifitas ini merupakan
kegiatan perikanan di kalangan nelayan Mandar yang berbeda dengan kegiatan
penangkapan ikan didaerah lain. Disebut Motangnga karena pada kegiatan tersebut
nelayan harus menghanyut di atas permukaan laut selama 10-15 hari.
Aktivitas Motangga
oleh para nelayan Mandar merupakan satu dari sekian banyak aktivitas bahari
masyarakat pesisir Indonesia yang syarat kan niai dan makna, dalam proses
motangga tersebut para nelayan menggunkan teknik dan alat tangkap sederhana
ramah lingkungan, tentunya dalam upaya menjaga dan melestarikan nilai budaya
dan kekayaan bahari Indonesia kativitas seemacam ini perlu dijaga dan
dilestarikan,
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, untuk memahami secara
menyeluruh tentang aktivitas Motangnga
nelayan Mandar, maka penulis akan berfokus pada dua pertanyaan mendasar dan
akan menjadi fokus kajian penulisan ini yakni; pertama, bagaimanakah nelayan Mandar menjalankan aktifitas Motangnga atau berburu telur ikan terbang, kedua, bagaimanakah proses pendistribusian dan pemanfaatan telur ikan terbang
sehingga mengahsilkan nilai ekonomis yang sangat tinggi
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, maka tujuan penulisan ini akan
difokuskan untuk mengkaji, aktifitas Motangga atau aktifitas berburu telur ikan terbang nelayan Mandar, dan juga
proses pendistribusian dan pemanfaatan telur ikan terbang sehingga mengasilkan
nilai ekonomi yang sangat tinggi.
D. Metode
Penulisan
Untuk memberikan gambaran
tentang aktivitas Motangga nelayan
Mandar maka metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode dekskriktif
analitik dengan melakukan observasi langsung melalui wawancara terhadap beberapa
nelayan dan pemerhati bahari yang telah melakukan penelitian terhadap kajian
serupa serta penulis juga melakukan penelusuran terhadap sumber-sumber tertulis
dan dokumens yang relevan.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Ativitas
Motangnga Nelayan Mandar
Motangnga atau berburu
telur ikan terbang merupakan rutinitas tahunan/musiman oleh para nelayan Mandar
yang berlangsung antara bulan April hingga bulan Agustus. Disebut Motangnga
karena pada kegiatan tersebut nelayan harus mengahanyut dan mengikuti arus laut,
aktivitas tersebut dilakukan pada area laut yang dalam dan dilakuka selama
kurang lebih 10-15 hari secara terus menerus selama musim tersebut.
Menurut Ridwan Alimuddin bahwa; pada wilayah Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Barat terdapat dua kelompok nelayan yang melakukan aktivitas Motangnga tersebut yakni di nelayan
Mandar di Sulawesi Barat dan nelayan Galesong Takalar di Sulawesi Selatan, dan
masing masing memiliki wilayah yang
berbeda, untuk nelayan Mandar mereka melakukan aktivitas Motangga tersebut di wilayah laut Selat Makassar, sedangkan untuk
nelayan Galesong Takalar mereka melakuakn aktivitas tersebut di wilayah laut Banda
(wawancara: 15/7/2021).
Dalam melakuan aktivitas Motangnga/perburuan telur ikan terbang, para nelayan mempersiapkan
beberapa hal untul berlayar antar lain; perahu sebagai alat utama, bahan makanan
dan minuman, peralatan untuk memburu telur ikan terbang antara lain; 1. perangkap
ikan (buaro) yang terbuat dari bambu,
2. daun kelapa (epe-epe), 3. Sargassum berupa kerang kecil yang
berfungi sebagai aroma pemikat ikan, 4. dan
tali yang berukuran panjang kurang lebih 500 meter. Setelah kebutuhan
perlengkapan dan bahan makanan telah disiapkan, aktivitas selanjutnya adalah
melakukan ritual makkuliwa atau
ritual doa keselamatan, dimana nelayan secara bersama melakukan ritual yang
biasanya dilakuan di rumah Punggawa Lopi
dengan menggelar do’a bersama dan makan bersama, doa dipimpin oleh sang guru
yakni orang yang dipercaya memiliki ilmu agama yang dalam, pembacaan do’a
tersebut biasanya dilakukan pada posiq arriang
atau pusat rumah, dengan mengasapi menggunakan
dupa sambil memanjatkan do’a. setelah selesai, mereka berdoa memohon
keselamatan dan rezki kepada Allah SWT. Situasi sakral seperti itulah yang akan
mengiringi para nelayan menuju laut lepas untuk melakukan aktivitas Motangnga. Menurut Hasan, salah satu
nelayan yang sempat ditemui mengungkapkan bahwa; terdapat beberapa hal yang
membedakan motangnga ini dengan tradisi lain yakni banyaknya pemali dan ussul yang harus dipatuhi, dan juga ritual yang harus dijalankan. baik
sebelum berlayar maupun ketika sedang berlayar. (Hasan 15/7/2021).
Menurut Ridwan Alimuddin mengataan bahwa; Setelah
nelayan tiba pada lokasi Motangga yang
dituju, nelayan akan mangatur posisi perahu dengan cara menurunkan batu
pemberat yang berpungsi untuk menstabilkan arah kapal pada saat berhanyut
nanti, setelah posisi kapal telah terarah, langkah kedua yang dilakukan para
nelayan adalah meletakkan perangkap ikan buaro
dan epe-epe yang telah diberi sargassum sebagai aroma pemikat, buaro dan epe-epe diikatkan pada tali dengan jarak kurang lebih 100 meter kemudian
diurai dengang posisi berada didepan kapal mengikuti arus laut. Para nelayan
akan menghanyutkan diri tanpa menggunakan mesin atau layar dan hanya bergantung
pada arus laut. Nelayan akan melakukan
pengecekan secara berkala untuk mengontrol apakah boaro
dan epe-epe telah menghasilkan dan
sudah dapat dipanen atau belum, dalam proses Motangnga, biasanya nelayan akan memanggil ikan terbang dengan
ucapan porno dengan harapan ikan terbang jantan mau membuahi ikan terbang
betina.. hasil panen telur ikan terbang akan dijemur di perahu, untuk
menghindari perkembangan dari isi telur ikan terbang, aktivitas ini akan
dilakukan kurang lebih 10-15 hari dan selanjutnya para nelayan akan kembali kedaratan
untuk membawa hasil tangkapan mereka dan mempersiapkan peralatan dan bekal
untuk aktivitas motangnga selanjutnya,
aktivitas seperti ini akan berlangsung antara bulan April sampai akhir Bulan
Agustus (wawncara 15 Juli 2021).
I.
Proses Pendistribusian Dan
Pemanfaatan Telur Ikan Terbang
Telur ikan terbang hasil perburuan para nelayan akan
diserahkan kepada Punggawa Lopi atau
juragan untuk proses penjualan dan pendistribusian, untuk saat ini kisaran
harga telur ikan terbang mencapai nilai kurang lebih Rp. 500.000,00 (lima ratus
ribu rupiah) per kilo gramnya. Menurut Ridwan Alimuddin mengatakan bahwa; harga
telur ikan terbang mulai membaik dan menjajikan sejak era tahun 1980,
sebelumnya telur ikan terbang tidak menjadi target utama para nelayan, justru
yang menjadi target utama adalah ikan terbangnya, ketika para nelayan menangkap
telur ikan terbang, maka hasil tangkapannya itu akan dibagi-bagikan ke tetangga
sebagai bahan makanan campuran sayur karena nilai jualnya pada saat itu sangat
rendah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa setelah era tahun 1980 nilai/harga telur
ikan terbang mulai melonjak dan membaik, hal ini dikarenakan telur ikan terbang
hasil tangkapan para nelayan menjadi komoditi ekspor keluar negeri antar lain
ke Jepang dan Cina sebagai bahan makanan, sejak itulah para nelayan menjadikan
telur ikan terbang sebagai target utama dan ikan terbangnya sebagai target
kedua (wawancara 15 Juli 2021).
Untuk hasil tangkapan telur ikan terbang para nelayan di
daerah Mandar proses pendibustriannya akan dilakukan oleh para juragan bekerjasama
dengan para pengepul telur ikan terbang, selanjutnya telur ikan terbang ini
akan dikemas dan dikirim ke Makassar atau ke Galesong, Takalar, dan setelah sampai
disana telur ikan itu akan di bersihkan menggunakan alat semacam jaring dan
dibuat menjadi butiran,menyerupai emas, karena memiliki warna kuning keemasan
menyerupai emas, setelah melalui proses pembersihan, telur ikan terbang ini
akan dikemas secara rapi dan diberikan label untuk di ekspor keluar negeri
khusunya Jepang dan Cina. di Jepang dan Cina telur ikan terbang tersebut akan
dijadikan sebagai bahan olahan makanan, telur ikan terbang ini tentunya sangat
disukai oleh masyarakat di negara tersebut, bahkan kadang menjadi tren, hal inilah
yang menyebabkan telur ikan terbang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Motangnga
merupakan rutinitas tahunan/musiman oleh para nelayan Mandar yang berlangsung
antara bulan April hingga bulan Agustus. Nelayan Mandar melakukan aktivitas Motangga tersebut diwilayah perairan
laut dalam di Selat Makssar dan dilakukan dalam siklus 10-15 hari sepanjang
musim tersebut, dalam melakukan aktiftas berburu telur ikan terbang para
nelayang Mandar menggunakan alat tangkap sederhana ramah lingungan yakni Buaro dan Epe-epe. Telur ikan terbang hasil tangkapan nelayan Mandar memiliki
nilai ekonomis yang sangat tinggi dikarenakan telur ikan terbang tersebut
diolah dan dikemas serta diekspor keluar Negeri khususnya ke Jepang dan Cina
dan dijadikan sebagai bahan makanan istimewa.
DAFTAR PUSTAKA
Alimuddin, Muhammad Muhammad,
2013. Cetakan ke-2. Orang Mandar Orang
Laut, Ombak, Jojakarta.
Alimuddin, Muhammad
Muhammad, 2013. Kabar Dari Laut, Ombak,
Jojakarta.
Wawancara;
Hasan
48 Tahun; 15 Juli 2021.
Alimuddin
Muhammad Ridran 43, 15 Juli 2021.
Posting Komentar untuk "KARYA TULIS ILMIAH POPULER MOTANGNGA” Butiran Emas di Laut Biru”"